livingformonday.com – Saint Laurent, juga dikenal sebagai Yves Saint Laurent atau YSL, adalah rumah mode mewah asal Prancis yang telah menjadi simbol inovasi dan gaya sejak didirikan pada tahun 1961 oleh desainer legendaris Yves Saint Laurent dan mitranya, Pierre Bergé. Dikenal karena pendekatan revolusionernya terhadap mode, Saint Laurent telah mengubah lanskap budaya dengan desain yang memadukan keberanian, keanggunan, dan semangat pemberontakan. Artikel ini menjelajahi sejarah, pengaruh, dan warisan abadi dari merek yang terus memimpin dunia mode mewah.
Sejarah dan Pendirian
Yves Saint Laurent mendirikan rumah mode eponimnya pada tahun 1961 setelah masa jabatannya yang singkat namun berdampak sebagai direktur kreatif di House of Dior, di mana ia ditunjuk pada usia 21 tahun setelah kematian mendadak Christian Dior pada tahun 1957. Bersama Pierre Bergé, Saint Laurent meluncurkan mereknya dengan visi untuk mendemokratisasi mode tanpa mengorbankan kemewahan. Koleksi pertamanya, yang dipresentasikan pada tahun 1962, mendapat pujian internasional, menampilkan gaun hitam kecil yang menjadi simbol kesederhanaan elegan. Logo ikonik YSL, yang dirancang oleh seniman grafis Prancis A.M. Cassandre pada tahun 1963, tetap menjadi salah satu lambang paling dikenal di dunia mode.
Pada tahun 1966, Saint Laurent memperkenalkan Rive Gauche, lini prêt-à-porter (siap pakai) mewah pertama yang menantang dominasi haute couture. Langkah ini merevolusi industri mode, membuat desain kelas atas lebih mudah diakses dan menetapkan standar baru untuk modernisasi mode. Nama Rive Gauche, yang terinspirasi dari tepi kiri Paris yang avant-garde, mencerminkan semangat muda dan kebebasan merek ini.
Inovasi dan Desain Ikonik
Saint Laurent dikenal karena desainnya yang merangkul keberanian dan kesetaraan gender. Salah satu kontribusi paling terkenalnya adalah Le Smoking, setelan tuksedo untuk wanita yang debut pada tahun 1966. Desain ini menantang norma gender dengan memberdayakan wanita untuk mengadopsi siluet maskulin sambil tetap mempertahankan sensualitas dan keanggunan. Le Smoking menjadi simbol gerakan feminis dan tetap menjadi karya andalan dalam koleksi Saint Laurent hingga hari ini.
Selain Le Smoking, Saint Laurent mempopulerkan sejumlah tren selama tahun 1960-an dan 1970-an, termasuk:
-
Penampilan Beatnik: Kombinasi kaus turtleneck, jaket kulit hitam, dan celana ketat yang mencerminkan semangat kontra-kultur.
-
Jaket Safari: Pakaian fungsional yang terinspirasi dari pakaian ekspedisi, menawarkan perpaduan gaya dan kepraktisan.
-
Gaun Mondrian: Koleksi yang terinspirasi dari karya seniman Piet Mondrian, menggabungkan seni dan mode.
-
Baju Transparan: Desain provokatif yang merayakan kebebasan seksual selama revolusi seksual pada akhir 1960-an.
Desain Saint Laurent sering kali mengambil inspirasi dari budaya non-Eropa, seperti pakaian tradisional Tiongkok, Ballets Russes, dan karya Pablo Picasso, menciptakan estetika yang beragam dan kosmopolitan. Ia juga memperkenalkan gaya bahu lebar pada tahun 1978, yang menjadi ciri khas mode tahun 1980-an.
Muse dan Pengaruh Budaya
Yves Saint Laurent dikelilingi oleh muse yang menginspirasinya, termasuk model dan aktris seperti Loulou de La Falaise, Betty Catroux, Catherine Deneuve, dan Laetitia Casta. Muse-muse ini tidak hanya memengaruhi desainnya tetapi juga mewujudkan semangat pemberontak namun anggun dari merek tersebut. Kolaborasinya dengan Deneuve, khususnya kostum untuk film Belle de Jour (1967) karya Luis Buñuel, menyoroti kemampuan Saint Laurent untuk memadukan kesempurnaan borjuis dengan subversi.
Merek ini juga membuat gebrakan di luar mode dengan kampanye iklan yang kontroversial. Pada tahun 1971, Yves Saint Laurent berpose telanjang untuk iklan kolonye pria Pour Homme, sebuah langkah yang mengejutkan media. Demikian pula, peluncuran parfum Opium pada tahun 1977, dengan iklan yang menampilkan Jerry Hall dalam pose provokatif, memicu protes namun memperkuat citra dekaden merek tersebut.
Evolusi di Bawah Kepemimpinan Kreatif
Setelah Yves Saint Laurent pensiun pada tahun 2002 dan meninggal dunia pada tahun 2008, merek ini mengalami beberapa transisi di bawah berbagai direktur kreatif:
-
Tom Ford (1999–2004): Ford merevitalisasi lini prêt-à-porter, menarik klien selebriti, dan meningkatkan penjualan, meskipun ia menghadapi kritik karena pendekatan yang lebih komersial.
-
Stefano Pilati (2004–2012): Pilati memperkenalkan siluet baru yang awalnya membingungkan tetapi akhirnya membentuk tren.
-
Hedi Slimane (2012–2016): Slimane mengubah nama merek menjadi Saint Laurent Paris, memperkenalkan estetika grunge yang edgy dan memindahkan studio desain ke Los Angeles. Ia juga menghidupkan kembali haute couture pada tahun 2015. Perubahan ini memicu kontroversi, termasuk perselisihan dengan butik Paris Colette atas kaus bertuliskan “Ain’t Laurent without Yves.”
-
Anthony Vaccarello (2016–sekarang): Vaccarello telah melanjutkan warisan merek dengan koleksi yang memadukan kode klasik Saint Laurent—seperti setelan yang terinspirasi dari Le Smoking—dengan sentuhan modern. Ia juga memperluas jangkauan merek melalui kolaborasi seperti Saint Laurent Productions, yang memproduksi film untuk Festival Film Cannes 2024, dan kampanye yang menampilkan duta merek seperti Rosé dari BLACKPINK.
Pada tahun 1999, Saint Laurent diakuisisi oleh divisi barang mewah Kering Group, yang telah mendukung pertumbuhan dan posisi merek sebagai salah satu rumah mode terkemuka di dunia. Pada tahun 2024, Saint Laurent menghasilkan penjualan sebesar 2,9 miliar euro, mencerminkan kekuatan komersialnya yang berkelanjutan.
Kontroversi dan Tantangan
Meskipun sukses, Saint Laurent menghadapi beberapa kontroversi. Koleksi “Liberation” atau “Quarante” pada tahun 1971, yang terinspirasi dari mode masa perang 1940-an, dikritik karena dianggap meromantisasi pendudukan Jerman di Prancis. Pada tahun 2013, konflik dengan Colette menyoroti ketegangan atas perubahan merek di bawah Slimane. Baru-baru ini, pada Februari 2025, merek ini menghadapi seruan boikot dari kelompok pro-Israel karena keterlibatan rapper Palestina Saint Levant dalam video promosi restoran omakase bermerek YSL di Paris. Selain itu, investigasi oleh Mediapart dan European Investigative Collaborations mengungkap bahwa Saint Laurent menghindari pajak sekitar €180 juta di Prancis antara 2009 dan 2017 melalui skema lepas pantai yang diatur oleh Kering.
Keberlanjutan dan Dampak Sosial
Saint Laurent telah mengambil langkah menuju keberlanjutan, mendapatkan peringkat “Great” untuk kebijakan lingkungan dari Good On You. Merek ini menggunakan bahan berdampak rendah seperti bahan daur ulang, memiliki target berbasis sains untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dan menerapkan kebijakan perlindungan keanekaragaman hayati di seluruh rantai pasoknya. Namun, peringkat “Not Good Enough” untuk kesejahteraan hewan mencerminkan penggunaan kulit, bulu hewan eksotis, dan sutra, meskipun merek ini menghindari bulu dan angora.
Merek ini juga mendukung inisiatif sosial, seperti kaus “WOMEN’S RIGHTS ARE HUMAN RIGHTS”, yang seluruh keuntungannya disumbangkan untuk organisasi yang mendukung kesetaraan gender. Selain itu, YSL Beauty, yang dimiliki oleh L’Oréal, telah mendirikan Ourika Community Gardens di Maroko sejak 2014, memberdayakan kolektif perempuan lokal melalui pekerjaan dan pendidikan sambil memproduksi bahan botani untuk produk kecantikan.
Warisan dan Relevansi Saat Ini
Saint Laurent tetap menjadi kekuatan dominan dalam mode mewah, dikenal karena kemampuannya beradaptasi dengan zaman sambil mempertahankan DNA intinya: perpaduan antara pemberontakan dan keanggunan. Koleksi saat ini, di bawah arahan Vaccarello, mencakup pakaian siap pakai pria dan wanita, sepatu, tas tangan, barang kulit kecil, perhiasan, syal, dasi, dan kacamata, semuanya mencerminkan estetika Parisian-chic yang tajam. Merek ini terus menarik pengikut A-list, dengan selebriti seperti Zoë Kravitz, Rosé, dan Charlotte Gainsbourg sebagai duta merek.
Warisan Yves Saint Laurent juga diabadikan melalui dua museum di Paris dan Marrakesh, yang merayakan kontribusinya terhadap mode. Pameran retrospektif di Metropolitan Museum of Art pada tahun 1983, yang pertama untuk desainer yang masih hidup, menggarisbawahi pengaruhnya yang tak tertandingi. Seperti yang pernah dikatakan Yves Saint Laurent, “Chanel membebaskan wanita, dan saya memberdayakan mereka.” Filosofi ini terus membentuk identitas merek, menjadikannya simbol pemberdayaan dan ekspresi diri.
Dari memperkenalkan prêt-à-porter mewah hingga mendobrak batasan gender dengan Le Smoking, Saint Laurent telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah mode. Kemampuan merek ini untuk menyeimbangkan tradisi dan inovasi, di bawah kepemimpinan kreatif seperti Anthony Vaccarello, memastikan relevansinya di abad ke-21. Meskipun menghadapi tantangan dan kontroversi, Saint Laurent tetap menjadi mercusuar kreativitas, mewujudkan semangat Paris dan terus menginspirasi generasi desainer serta pecinta mode di seluruh dunia.